Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.
(TQS. Al Ahqaf [46]: 15)
Foto ilustrasi: Republika |
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali dan Muhammad bin Al Mutsanna serta Muhammad bin Basysyar. Ishaq berkata: Telah mengabarkan kepada kami. Sedangkan yang lainnya berkata: Telah menceritakan kepada kami. Lafazh ini milik Ibnu Al Mutsanna: Telah menceritakan kepada kami Mu’adz Ibnu Hisyam: Telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Qotadah dari Zurarah bin Aufa dari Usair bin Jabir dia berkata,
Ketika Umar bin Khaththab didatangi oleh rombongan orang-orang Yaman,
ia selalu bertanya kepada mereka,”Apakah Uwais bin Amir dalam rombongan
kalian?”
Hingga pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khaththab bertemu dengan
Uwais seraya berkata, “Apakah kamu Uwais bin Amir?”
Uwais menjawab, “Ya,
benar. Saya adalah Uwais.”
Khalifah Umar bertanya lagi, “Kamu berasal dari Murad dan kemudian dari Qaran?”
Uwais menjawab, “Ya, benar.”
Selanjutnya Khalifah Umar bertanya lagi, “Apakah kamu pernah
terserang penyakit kusta lalu sembuh kecuali tinggal sebesar mata uang
dirham pada dirimu?”
Uwais menjawab, “Ya, benar.”
Khalifah Umar bertanya lagi, “Apakah ibumu masih ada?” Uwais menjawab, “Ya, ibu saya masih ada.”
Khalifah Umar bin Khaththab berkata, “Hai Uwais, sesungguhnya aku
pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Uwais bin Amir akan datang kepadamu bersama rombongan orang-orang Yaman
yang berasal dari Murad kemudian dari Qaran. Ia pernah terserang
penyakit kusta lalu sembuh kecuali sebesar uang dirham. Ibunya masih
hidup dan ia selalu berbakti kepadanya. Kalau ia bersumpah atas nama
Allah maka akan dikabulkan sumpahnya itu, maka jika kamu dapat memohon
agar dia memohonkan ampun untuk kalian, lakukanlah!” Oleh karena itu hai
Uwais, mohonkanlah ampunan untukku!” Lalu Uwais pun memohonkan ampun
untuk Umar bin Khaththab.
Setelah itu, Khalifah Umar bertanya kepada Uwais, “Hendak pergi
kemana kamu hai Uwais?” Uwais bin Amir menjawab, “Saya hendak pergi ke
Kufah ya Amirul Mukminin.”
Khalifah Umar berkata lagi, “Apakah aku perlu membuatkan surat khusus
kepada pejabat Kufah?” Uwais bin Amir menjawab, “Saya lebih senang
berada bersama rakyat jelata ya Amirul Mukminin.”
Usair bin Jabir berkata, “Pada tahun berikutnya, seorang pejabat
tinggi Kufah pergi melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Selesai
melaksanakan haji, ia pun pergi mengunjungi Khalifah Umar bin Khaththab.
Lalu Khalifah pun menanyakan tentang berita Uwais kepadanya. Pejabat
itu menjawab, “Saya membiarkan Uwais tinggal di rumah tua dan hidup
dalam kondisi yang sangat sederhana.”
Umar bin Khaththab berkata, “Sesusungguhnya aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kelak Uwais bin Amir
akan datang kepadamu bersama rombongan orang-orang Yaman. Ia berasal
dari Murad dan kemudian dari Qaran. Ia pernah terserang penyakit kusta
lalu sembuh kecuali tinggal sebesar mata uang dirham. Kalau ia bersumpah
dengan nama Allah, niscaya akan dikabulkan sumpahnya. Jika kamu dapat
meminta agar ia berkenan memohonkan ampunan untukmu, maka
laksanakanlah!”
Setelah itu, pejabat Kufah tersebut langsung menemui Uwais dan
berkata kepadanya, “Wahai Uwais, mohonkanlah ampunan untukku!” Uwais bin
Amir dengan perasaan heran menjawab, “Bukankah engkau baru saja pulang
dari perjalanan suci, ibadah haji di Makkah? Maka seharusnya engkau yang
lebih pantas mendoakan saya.”
Kemudian Uwais balik beretanya kepada pejabat tersebut, “Apakah
engkau telah bertemu dengan Khalifah Umar bin Khaththab di Madinah?”
Pejabat Kufah itu menjawab, “Ya. Aku telah bertemu dengannya.”
Akhirnya Uwais pun memohonkan ampun untuk pejabat Kufah tersebut.
Setelah itu, Uwais dikenal oleh masyarakat luas, tetapi ia sendiri tidak
berubah hidupnya dan tetap seperti semula.
Nah, Sobat GPRS Tulungagung. Itulah kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka yang berbakti kepada orang tuanya. Oleh karena itu, sejak sekarang, mari kita belajar untuk mencintai ayah dan ibu kita. Tanpa kita sadari, dan mungkin karena mereka tidak merasa perlu menyebutkan jasanya pada kita, tetapi selama hidup kita mereka telah banyak berjasa. Dengan berbakti kepada kedua orang tua kita, berarti kita telah memberikan contoh kepada generasi setelah kita bagaimana cara mereka berbakti kepada kalian kelak di kemudian hari.