GPRS Tulungagung - “Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan
Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J
Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.
Surat kabar terkemuka di Inggris, The Independent pada edisi 11 Maret
2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk
“Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia.”The Independent” 20
penemuan penting para ilmuwan Muslim menyebut sekitar yang mampu
mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera
obscura.
Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat
manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan
mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi
di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban
Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera
berasal dari peradaban Barat.
Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar
pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000
tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis
legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M,
al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Itulah salah satu
karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif
itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi.
Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan
itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk
mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada
dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan
melalui permukaan datar.
Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja
kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster,
fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai “ruang gelap”. Biasanya
bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya
cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan
film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para
penonton.
Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang
terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Untuk
membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau
lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.
Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham:First
Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama
yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan
pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke
dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.
Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di
Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura,
Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham
mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).
Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan
Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan
bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali
diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler
meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di
belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar
(prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang
berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M.
Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama
kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan
oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore
Niepce di Prancis pada 1827.
Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk
mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia
mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya – yang
dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip
kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman
menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti
perkembangan teknologi.
Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk
melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II
kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi
perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai
al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.
Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika
Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah
menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk
kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada
pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi
pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.
Sumber: arrahmah.com